
Thursday, September 20, 2007
Monday, September 17, 2007
Kehilangan Itu....
Hari Selasa, 11 September 2007 jam 8.18 pagi di depan sekolah Salwa, saya menerima sebuah sms yang sangat singkat isinya. Risna meninggal...
Cuma itu isinya, tapi saya (waktu itu) kok (merasa) tidak bisa paham apa maksudnya. Hp saya tutup trus beberapa saat kemudian saya buka dan baca lagi sampai beberapa kali berbuat demikian. Lalu kemudian setelah bisa kembali menguasai hati, saya baru nyari berita kemana-mana. Ternyata itu betul....Innalillahi wa inna ilaihi raji'un...
Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud meratapi atau membuka luka karena kehilangan Risna. Ini adalah sepenggal kenangan yang saya miliki bersama Risna. Kami memang bersepupu, waktu kecil mungkin tidak begitu akrab, hanya merasa sebatas sepupu. Kedekatan yang lebih intens adalah saat saya mulai kuliah, dia mulai rajin ke rumah. Apalagi saat Risna kuliah di kedokteran. Dia hampir tiap 2 hari muncul di kamar saya dengan senyum lebarnya dan tawanya yang khas (dan sampai sekarang rasanya masih terngiang...). "Tolong ki terjemahkan bahan laporanku kodong..." Itu yang selalu dikatakannya. Saya pun membantunya, kadang kalo terjemahan itu cepat selesai, dia minta tolong diketikkan segala. Waktu itu saya cuma bilang "Kamu ini tidak tau diri amat sih, minta bantu tidak tanggung-tanggung!!." Seperti biasa, dia terkekeh-kekeh. Kadang saat pulang dari kampus sore hari, saya sudah mendapati dia ada di kamar saya, depan komputer saya dan...memakai T-Shirt dan celana pendek saya!!!! Begitu terus kejadiannya sampai saat saya menikah hingga mengandung 6 bulan, saya pindah mengikuti suami ke Malang, barulah dia berhenti ke rumah.
Pernah suatu kali, saya tanya "Saya ini tidak kamu gaji apa-apa? Jadi keuntungan saya menerjemahkan ini apa???." Katanya, "Besok, kalo saya jadi dokter, kamu bisa gratis berobat seumur hidup sama saya." Saya tau dia bercanda dan dia tau saya juga senang membantunya. Tidak saya sangka...dia pergi begitu cepat, bahkan dia tidak menghubungi saya waktu wisuda (entah lupa atau mungkin dia sudah merasa saya tak mungkin lagi berobat gratis padanya...)
Banyak kenangan tentang Risna, karena selama beberapa tahun dia nginap di rumah saya, makan di rumah saya, mandi sore di rumah saya, tidur di sisi saya....Saya ingat, dia sukaaaa sekali nonton film India, kebiasaannya yang selalu saya ejek... Dia senang sekali minum teh manis hangat... Dia mengajari saya menyelesaikan game Minesweeper di komputer sampai jam 2 malam. Dia juga yang mengajari saya cara memakai jilbab saat pertama kali saya mengenakan pakaian muslim, dan memberikan saya salah satu ciput/kerudung dalam yang dia bikin sendiri. Bagaimana mungkin saya lupa????
Suatu malam, beberapa minggu sebelum saya menikah, dia menginap di rumah bersama teman saya, Dian, kami mengobrol ngalor-ngidul sebelum tidur. Sampai suatu waktu kami membicarakan tentang nama-nama yang indah. Waktu itu saya bilang, "Kenapa ya, saya itu tidak suka dengan nama yang ada akhiran -wati di belakangnya atau -anti di belakangnya. Rasanya kurang kreatif, gitu loh ???" Kami mulai membahas itu. Bergantian saya,Dian dan Ita mengemukakan pendapat. Tak lama kemudian saya menyadari kalo Risna tidak mengeluarkan pendapat apa-apa. "Menurutmu bagaimana??", saya tanya Risna. Dia tidak ngomong,malah bangun duduk dan mengambil guling keudian memukulkan ke kepala saya. "Kalian ini tidak berperasaan sekali!! Namaku Risnawati..!!!!"...Oalah....ternyata itu yang membuatnya diam.
Atau dia datang ke rumah dan membawa novel. Dia tau, membaca adalah kegiatan yang paling saya senangi. Dia bisa membawa novel 2 -3 biji. Saya disuruhnya menghabiskan semua bacaan itu dalam satu malam tapi...setelah menerjemahkan tugasnya. Astaga... Kalo bisa saya selesaikan, Alhamdulillah. Tapi tak jarang novel itu saya sembunyikan di tas dan saya bawa ke kampus saya. Kalo begitu kejadiannya, sore hari dia akan muncul di rumah dan memarahi saya karena membuatnya kena denda di tempat rental novel.
Sejak pindah, kami cuma berhubungan lewat sms kalo dia lagi jaga malam. Beberapa kali dia curhat tentang ini dan itu, bahkan minta dicarikan jodoh segala.Saya pernah menyodorkan satu cowok, anak pemilik rumah yang saya kontrak. Tapi ketika saya beritahu cowok itu kelahiran 1984, dia cuma bilang "Saya ini bukan kambing, Niar...Tidak suka makan daun muda!!" Pernah sekali saya dia mengutarakan kriteria cowok yang diinginkannya. Salah satunya adalah berkarakter ngemong (kebapakan)... Dari sekian nama yang saya sebut, tidak ada yang nyantol di hatinya. Akhirnya saya bilang "Saya tau, ada seseorang yang cocok untuk itu. Sangat pas!" Dia bertanya "Siapa??"...Saya bilang...."Salle...dia bukan hanya kebapakan, tapi juga kedatokan..." Dia menelpon saya siang-siang cuma untuk bilang "Kamu ini sepupu dan keponakan yang kurang ajar..!"
Atau suatu kali dia saya tanya, "Apa yang kamu rasakan kalo orang membandingkan kamu dengan Rika?" Kami memang bisa membicarakan apa saja. Waktu itu dia bilang, "Memang Rika cantik. Saya mungkin biasa-biasa saja, tapi suatu saat saya ingin jadi cantik, mungkin ketika meninggal nanti...Panggil saja saya Risna Jamilah (cantik dlm bhs Arab)." Pembicaraan ini saya ingat ketika Didin, adik saya mengirim sms memberitahukan prosesi pemakaman Risna dan salah satu sms-nya mengabarkan Risna kelihatan tenang, seperti tidur, dan kelihatan cantik karena tersenyum....
Sekarang?? Tidak ada lagi Risna. Allah sangat menyayanginya. Dia dipanggil 4 hari setelah resmi menjadi dokter. Pasti Allah begitu menyayanginya sampai memanggilnya secepat itu, untuk meringankan beban sakitnya, mungkin. Karena Risna yang saya kenal, adalah seorang adik yang sangat menghormati, polos, tidak menyimpan prasangka, begitu sederhana, tampil apa adanya... Semoga kepolosan dan kesederhanaan itu meninggalkan bekas manis dalam hati kita. Mungkin memang dia sudah tidak bersama kita secara fisik, namun akan ada kenangan manis yang selalu menghubungkan hati kita dengannya, dimana pun dia berada....
Semoga Allah menerima semua amal ibadahnya, memberikannya tempat beristirahat yang tenang... Dan untuk semua yang ditinggalkannya, semoga kita bisa tabah menerima ini. Memang ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi selalu menimbulkan kesedihan. Kesedihan kerap kali menimbulkan rasa kesendirian, membuat kita merasa kehilangan lebih banyak.... Mudah-mudahan kehilangan ini bisa cepat terobati, bukan dengan melupakan, tapi dengan mengikhlaskan dan meyakini bahwa suatu hari kita semua akan bertemu lagi di tempat yang lain...
Wallahualam bisshawab...
Cuma itu isinya, tapi saya (waktu itu) kok (merasa) tidak bisa paham apa maksudnya. Hp saya tutup trus beberapa saat kemudian saya buka dan baca lagi sampai beberapa kali berbuat demikian. Lalu kemudian setelah bisa kembali menguasai hati, saya baru nyari berita kemana-mana. Ternyata itu betul....Innalillahi wa inna ilaihi raji'un...
Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud meratapi atau membuka luka karena kehilangan Risna. Ini adalah sepenggal kenangan yang saya miliki bersama Risna. Kami memang bersepupu, waktu kecil mungkin tidak begitu akrab, hanya merasa sebatas sepupu. Kedekatan yang lebih intens adalah saat saya mulai kuliah, dia mulai rajin ke rumah. Apalagi saat Risna kuliah di kedokteran. Dia hampir tiap 2 hari muncul di kamar saya dengan senyum lebarnya dan tawanya yang khas (dan sampai sekarang rasanya masih terngiang...). "Tolong ki terjemahkan bahan laporanku kodong..." Itu yang selalu dikatakannya. Saya pun membantunya, kadang kalo terjemahan itu cepat selesai, dia minta tolong diketikkan segala. Waktu itu saya cuma bilang "Kamu ini tidak tau diri amat sih, minta bantu tidak tanggung-tanggung!!." Seperti biasa, dia terkekeh-kekeh. Kadang saat pulang dari kampus sore hari, saya sudah mendapati dia ada di kamar saya, depan komputer saya dan...memakai T-Shirt dan celana pendek saya!!!! Begitu terus kejadiannya sampai saat saya menikah hingga mengandung 6 bulan, saya pindah mengikuti suami ke Malang, barulah dia berhenti ke rumah.
Pernah suatu kali, saya tanya "Saya ini tidak kamu gaji apa-apa? Jadi keuntungan saya menerjemahkan ini apa???." Katanya, "Besok, kalo saya jadi dokter, kamu bisa gratis berobat seumur hidup sama saya." Saya tau dia bercanda dan dia tau saya juga senang membantunya. Tidak saya sangka...dia pergi begitu cepat, bahkan dia tidak menghubungi saya waktu wisuda (entah lupa atau mungkin dia sudah merasa saya tak mungkin lagi berobat gratis padanya...)
Banyak kenangan tentang Risna, karena selama beberapa tahun dia nginap di rumah saya, makan di rumah saya, mandi sore di rumah saya, tidur di sisi saya....Saya ingat, dia sukaaaa sekali nonton film India, kebiasaannya yang selalu saya ejek... Dia senang sekali minum teh manis hangat... Dia mengajari saya menyelesaikan game Minesweeper di komputer sampai jam 2 malam. Dia juga yang mengajari saya cara memakai jilbab saat pertama kali saya mengenakan pakaian muslim, dan memberikan saya salah satu ciput/kerudung dalam yang dia bikin sendiri. Bagaimana mungkin saya lupa????
Suatu malam, beberapa minggu sebelum saya menikah, dia menginap di rumah bersama teman saya, Dian, kami mengobrol ngalor-ngidul sebelum tidur. Sampai suatu waktu kami membicarakan tentang nama-nama yang indah. Waktu itu saya bilang, "Kenapa ya, saya itu tidak suka dengan nama yang ada akhiran -wati di belakangnya atau -anti di belakangnya. Rasanya kurang kreatif, gitu loh ???" Kami mulai membahas itu. Bergantian saya,Dian dan Ita mengemukakan pendapat. Tak lama kemudian saya menyadari kalo Risna tidak mengeluarkan pendapat apa-apa. "Menurutmu bagaimana??", saya tanya Risna. Dia tidak ngomong,malah bangun duduk dan mengambil guling keudian memukulkan ke kepala saya. "Kalian ini tidak berperasaan sekali!! Namaku Risnawati..!!!!"...Oalah....ternyata itu yang membuatnya diam.
Atau dia datang ke rumah dan membawa novel. Dia tau, membaca adalah kegiatan yang paling saya senangi. Dia bisa membawa novel 2 -3 biji. Saya disuruhnya menghabiskan semua bacaan itu dalam satu malam tapi...setelah menerjemahkan tugasnya. Astaga... Kalo bisa saya selesaikan, Alhamdulillah. Tapi tak jarang novel itu saya sembunyikan di tas dan saya bawa ke kampus saya. Kalo begitu kejadiannya, sore hari dia akan muncul di rumah dan memarahi saya karena membuatnya kena denda di tempat rental novel.
Sejak pindah, kami cuma berhubungan lewat sms kalo dia lagi jaga malam. Beberapa kali dia curhat tentang ini dan itu, bahkan minta dicarikan jodoh segala.Saya pernah menyodorkan satu cowok, anak pemilik rumah yang saya kontrak. Tapi ketika saya beritahu cowok itu kelahiran 1984, dia cuma bilang "Saya ini bukan kambing, Niar...Tidak suka makan daun muda!!" Pernah sekali saya dia mengutarakan kriteria cowok yang diinginkannya. Salah satunya adalah berkarakter ngemong (kebapakan)... Dari sekian nama yang saya sebut, tidak ada yang nyantol di hatinya. Akhirnya saya bilang "Saya tau, ada seseorang yang cocok untuk itu. Sangat pas!" Dia bertanya "Siapa??"...Saya bilang...."Salle...dia bukan hanya kebapakan, tapi juga kedatokan..." Dia menelpon saya siang-siang cuma untuk bilang "Kamu ini sepupu dan keponakan yang kurang ajar..!"
Atau suatu kali dia saya tanya, "Apa yang kamu rasakan kalo orang membandingkan kamu dengan Rika?" Kami memang bisa membicarakan apa saja. Waktu itu dia bilang, "Memang Rika cantik. Saya mungkin biasa-biasa saja, tapi suatu saat saya ingin jadi cantik, mungkin ketika meninggal nanti...Panggil saja saya Risna Jamilah (cantik dlm bhs Arab)." Pembicaraan ini saya ingat ketika Didin, adik saya mengirim sms memberitahukan prosesi pemakaman Risna dan salah satu sms-nya mengabarkan Risna kelihatan tenang, seperti tidur, dan kelihatan cantik karena tersenyum....
Sekarang?? Tidak ada lagi Risna. Allah sangat menyayanginya. Dia dipanggil 4 hari setelah resmi menjadi dokter. Pasti Allah begitu menyayanginya sampai memanggilnya secepat itu, untuk meringankan beban sakitnya, mungkin. Karena Risna yang saya kenal, adalah seorang adik yang sangat menghormati, polos, tidak menyimpan prasangka, begitu sederhana, tampil apa adanya... Semoga kepolosan dan kesederhanaan itu meninggalkan bekas manis dalam hati kita. Mungkin memang dia sudah tidak bersama kita secara fisik, namun akan ada kenangan manis yang selalu menghubungkan hati kita dengannya, dimana pun dia berada....
Semoga Allah menerima semua amal ibadahnya, memberikannya tempat beristirahat yang tenang... Dan untuk semua yang ditinggalkannya, semoga kita bisa tabah menerima ini. Memang ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi selalu menimbulkan kesedihan. Kesedihan kerap kali menimbulkan rasa kesendirian, membuat kita merasa kehilangan lebih banyak.... Mudah-mudahan kehilangan ini bisa cepat terobati, bukan dengan melupakan, tapi dengan mengikhlaskan dan meyakini bahwa suatu hari kita semua akan bertemu lagi di tempat yang lain...
Wallahualam bisshawab...
Monday, September 3, 2007
Untuk Wanita
Tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu. Ada kisah tentang wanita/ibu yang saya dapatkan saat browsing...Mudah-mudahan cerita yang saya bagi ini menjadi penyejuk hati wanita.
Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya, "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab,Ibu adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."
Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?" Sang ayah menjawab, "Seringkali wanita memang menangis tanpa ada alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya. Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.
Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?" Dalam mimpinya, Tuhan menjawab....
"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, meski demikian, bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur. Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walaupun demikian, seringkali pula ia menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa..."
"Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah. Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya..."
"Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak? Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi..."
"Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan".
Cerita di atas hanya sebuah ilustrasi...bukan kejadian nyata. Namun keberadaan seorang wanita, khususnya perannya setelah menjadi ibu, jauh lebih mulia dan lebih indah daripada cerita di atas. Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup, karena di kakinyalah kita menemukan surga.
(From a newsletter)
Gratis Sepanjang Masa
Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur. Ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya. Setelah sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek, ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya:
Untuk memotong rumput Rp. 1.000
Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini Rp. 1.000
Untuk pergi ke toko disuruh ibu Rp. 1.000
Untuk menjaga adik waktu ibu belanja Rp. 1.000
Untuk membuang sampah Rp. 1000
Untuk nilai yang bagus Rp. 1.000
Untuk membersihkan dan menyapu halaman Rp. 1.000
Jadi jumlah utang ibu adalah Rp. 7.000
Sang ibu memandangi anaknya dengan penuh harap. Berbagai kenangan terlintas dalam benak sang ibu. Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya, dan inilah yang ia tuliskan:Untuk sembilan bulan ibu mengandung kamu, GRATIS
Untuk semua malam ibu menemani kamu, GRATIS
Mengobati kamu dan mendoakan kamu, GRATIS
Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu, GRATIS
Kalau dijumlahkan semua, harga cinta ibu adalah GRATIS
Untuk semua mainan, makanan, dan baju, GRATIS
Anakku... dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, akan kau dapati bahwa harga cinta ibu adalah GRATIS
Seusai membaca apa yang ditulis ibunya, sang anak pun berlinang air mata dan menatap wajah ibunya dan berkata: "Bu, aku sayang sekali sama ibu" Kemudian ia mengambil pulpen dan menulis sebuah kata dengan huruf-huruf besar: "LUNAS"
(Dikutip dari sebuah newsletter)
PS : For my mother
Anak Kecil dan Pohon Apel
Ini bukan cerita asli dari saya. Tepatnya ini adalah sebuah forwarded message yang di-spreading oleh sepupu kita Oyot. Dan saya rasa ini adalah sebuah cerita yang benar-benar indah. Mudah-mudahan Oyot tidak keberatan isi email darinya saya tampilkan di blog ini. Cerita ini didedikasikan bagi Anda yang sangat menghargai keberadaan dan peranan orang tua dalam hidup Anda. Terlebih lagi cerita ini didedikasikan bagi Anda yang seolah lupa pada kebaikan dan pengorbanan orang tua dalam hidup Anda selama ini. Beginilah ceritanya....
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main dibawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain -main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut , "Duh, maaf aku pun tak punya uang ... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya . Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi . Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. " Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu."Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar ?". Kata pohon apel,"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah. "Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat ," kata pohon apel."Sekarang, aku juga sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini ," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh , bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Tahukah Anda??? Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita mulai meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Di saat kita memiliki kemampuan, kita melupakan jasa mereka, meremehkan peranan mereka. Namun saat kita terpuruk, orang tua kita adalah orang yang pertama menjadi tempat kita mengeluh. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi dalam dunia nyata, begitulah cara kita kebanyakan memperlakukan orang tua kita. Seharusnya yang kita lakukan adalah mencintai orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita, bahkan sampai kita tua...
Semoga cerita ini dapat bermanfaat dan membuka mata hati dan melapangkan jalan pikiran kita. Jika selama ini Anda kurang menghargai keberadaan orang tua, maka berubahlah dari sekarang. Jika Anda selama ini telah menghargai dan mencintai mereka sebagaimana layaknya, maka peliharalah itu agar selalu tumbuh di hati Anda. Semoga cerita ini membawa pencerahan dan perubahan dalam hidup dan pola pikir serta cara Anda bersikap. Amin...
Semoga cerita ini dapat bermanfaat dan membuka mata hati dan melapangkan jalan pikiran kita. Jika selama ini Anda kurang menghargai keberadaan orang tua, maka berubahlah dari sekarang. Jika Anda selama ini telah menghargai dan mencintai mereka sebagaimana layaknya, maka peliharalah itu agar selalu tumbuh di hati Anda. Semoga cerita ini membawa pencerahan dan perubahan dalam hidup dan pola pikir serta cara Anda bersikap. Amin...
Wassalam.
Wednesday, August 29, 2007
Dr. Ali Kudus Dg. Nompo : In Memoriam
Ini cuma sebuah cerita versi saya....
Ketika Pompo (alm) sakit, saya beberapa kali mengirimkan sms kepada beliau tetapi tidak pernah lagi dibalas. Waktu itu saya pikir Pompo (alm) mungkin tidak sempat membalasnya. Belakangan baru saya tau kalo Pompo sedang berada dalam situasi gawat.
Ketika Ita mengirimkan sms kalo Pompo (alm), Ili dan Alex akan datang, saya dan suami sempat menyusun rencana untuk menemui mereka, yang katanya akan menginap di hotel sekitar bandara Juanda. Sms itu saya terima malam hari. Besoknya, jam 5 pagi tanggal 19 Juli 2007, Ita kembali mengirimkan sms memberitahu kalo Pompo (alm) mungkin tidak jadi datang karena beliau saat itu harus masuk rumah sakit.
Hanya 4 jam setelah itu...saya menerima sms lagi yang mengabarkan bahwa Pompo sudah tiada.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun...
Saya ingat, sms terakhir yang saya kirimkan pada Pompo (alm) isinya antara lain saya berharap kalo Pompo akan cepat sehat, mudah-mudahan saya bisa bertemu lagi dengannya saat kembali ke Makassar.
Berita itu saya terima saat tengah menunggu Salwa pulang sekolah. Dan saat itu, saya tidak bisa menahan tangis. Lucunya, ketika Salwa dan teman-temannya istrahat, mereka liat mata saya merah. Dan dengan kepolosan khas anak TK mereka nanya "Mama Salwa kenapa? Abis nangis ya? Dicubit sama Balqis??" Balqis adalah anak perempuan yang tinggal di samping sekolahan dan suka mencubiti anak-anak TK sampai nangis...
Ketika masih sekolah dulu sampai kuliah, saya lumayan sering mengirimkan surat pada Pompo (alm). Dan Pompo (alm) juga rupanya orang yang senang berbagi cerita. Diantaranya saya pernah diceritakan saat beliau kuliah di Jerman dan harus kerja paruh waktu di sebuah tambang batu bara untuk mencukupi kebutuhan hidupnya kala itu. Berkali-kali dalam suratnya pada saya beliau menegaskan betapa pentingnya pendidikan, betapa kita harus berjuang untuk tetap bisa melanjutkan pendidikan. Mungkin hal itu yang mengilhami sehingga beliau mau meminjamkan dana kepada siapapun anggota keluarganya, hanya satu : agar mereka jadi generasi terdidik.
Pertemuan terakhir dengan Pompo (alm) sekitar setahun lalu, ketika suami saya akan berangkat dinas 2 bulan ke Aceh. Waktu itu saya pulang ke Makassar bersama Pompo (alm) dan Bunda Nanna. Foto yang terpampang di halaman utama sebagai menu penyambutan blog ini (foto Pompo dan Bunda Nanna), aslinya berisi 4 orang : Pompo (alm), Bunda Nanna, suami saya dan Salwa. Tapi rupanya suami saya malu nampang...jadi foto itu diedit olehnya...he he he. Itu foto yang lumayan punya value untuk saya. Karena dengan adanya foto itu, saya bisa menyimpannya sebagai kenangan dan memperlihatkan pada anak cucu saya kelak agar mereka tau kalo dulu ada satu orang anggota keluarga Padassa yang begitu mementingkan pendidikan dan menanamkan semangat dalam hati kita untuk terus belajar.
Yang mungkin tidak akan terlupakan bagi kita semua adalah setiap kali Pompo (alm) datang kita selalu berkumpul untuk rebutan baju-baju yang dibawanya dari Belanda, kita ngantri dan membujuk Dato Sibo (alm) supaya dapat jatah coklat lebih, kita antri untuk dibagikan uang 5 ribu...Kita (khususnya yang perempuan) malah rela "pindah rumah" ke Bontocinde agar bisa mengekor kemanapun Pompo (alm) berkeliling dengan harapan saat Pompo (alm) ke toko atau supermarket kita bisa ikutan nebeng dibayarin belanjaan...Iya kaaaannnn...???? Saya pikir kejadian ini tidak terjadi di setiap keluarga. Hanya mereka yang memiliki ikatan yang dekat yang bisa merasakan keakraban sedemikian rupa.
Ketika Pompo (alm) dimakamkan, saya hanya bisa memantaunya lewat sms. Syukurlah, walopun (saya dengar) ada banyak kontroversi, perdebatan dsb tapi akhirnya Pompo (alm) bisa dimakamkan di tempat yang diinginkannya. Apapun yang telah dilakukannya dulu, selayaknya kita sebagai generasi di bawahnya yang pernah merasakan "manisnya" bantuan yang diberikannya lewat ortu kita masing-masing hingga kita bisa bersekolah dan most of you sekarang bisa bekerja...itulah yang akan diingat dan diceritakan kepada anak cucu kita kelak. Yang buruk, lupakanlah. Dan yang baik, simpanlah dalam hati untuk dijadikan kenangan dan inspirasi kita...
Semoga Pompo (alm) beristrahat dengan tenang disana...
Tuesday, August 28, 2007
Subscribe to:
Posts (Atom)